Mengejar Ketertinggalan Pasca COVID-19

article sources & all of the content are fully bellongs to unicef.org
Buletin Sigma – Mengejar Ketertinggalan Pasca COVID-19, Pada akhir Maret, di pinggiran Kota Makassar, dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) Inpress Karunrung dan Mangasa tengah mempersiapkan diri menyambut kegiatan belajar tatap muka setelah hampir dua tahun terhenti. Aneka spanduk terpampang di tembok sekolah dengan pesan-pesan berisi pesan pencegahan penularan COVID-19 adapun tempat cuci tangan nampak memenuhi berbagai sudut di sekolah itu. Pojok bacapun juga tersedia di setiap kelas, bahkan beberapa nampak semarak dengan gorden warna cerah.
Aroma optimisme kembali terasa di sekolah usai pembelajaran daring yang telah menyulitkan para guru dan siswa-siswi selama pandemi. Keterbatasan akses internet, gawai yang kurang memadai, kesenjangan digital serta kesulitan para guru menyesuaikan diri dengan gaya pembelajaran terkini menjadi kendala besar yang menyebabkan penurunan kemampuan belajar para siswa-siswi.
“Awalnya kami senang saat mendengar bahwa nilai sebagian siswa-siswi kami meningkat selama pandemi, namun kami kemudian menyadari semua tugas yang ada dikerjakan oleh orang tua mereka,” kenang Ibu Erna, seorang guru di SDN Inpress Mangasa.
Hasil asesmen awal UNICEF pada 2021 menemukan bahwa di beberapa sekolah di Makassar kemampuan literasi dan numerasi siswa-siswi menurun selama pandemi, dimana persentase yang tidak bisa membaca meningkat dari 7 menjadi 11 persen, dan yang bisa membaca dengan pemahaman menurun dari 59 persen menjadi 46 persen.
Bersamaan dengan penurunan kemampuan literasi, pelaksanaan imunisasi rutin juga terhenti karena penutupan sekolah. Menurut hasil penelitian UNICEF 2022, sebanyak 6 persen orang tua dan pengasuh di Makasar menolak imunisasi untuk anak mereka karena khawatir akan faktor keamanan serta takut jika terlalu banyak vaksin justru melemahkan sistem imun mereka.
“Sekolah ditutup, dan para orang tua menolak untuk mengimunisasi anak mereka,” cerita Adriyani. “Pemangku kebijakan setempat terlalu fokus pada penanganan COVID-19 yang menjadikan prioritas untuk anak semakin susah.”
Kembali Belajar dengan Aman pasca covid-19
Mengejar Ketertinggalan Pasca COVID-19, Ketika UNICEF meluncurkan program Kembali Belajar dengan Aman pada November 2021 melalui pendanaan Pemerintah Jepang—serta dukungan dari mitra pelaksanan program Lemina dan Yayasan Gaya Celebes di Makassar—Ibu Adriyani dan banyak sekolah lainnya merasa lega.
“Kami bahagia karena sekolah kami termasuk dalam program pelatihan,” ungkapnya dengan mata berbinar.
Tujuan dari program ini adalah agar para siswa-siswi dapat kembali ke sekolah dengan aman serta guna mengatasi kerentanan COVID-19 terkait Pendidikan, Kesehatan, dan Psikososial.
Dalam rangka meningkatkan belajar siswa-siswi, ragam aktivitaspun dilaksanakan supaya meningkatkan kapasitas sedikiktnya 525 guru dan kepala sekolah. Para guru diberikan pelatihan pendekatan mengajar secara ‘Aktif, Efektif dan Menyenangkan’ untuk meningkatkan aktivitas peran serta baik pembelajaran daring maupun luring, selama pandemi dan seterusnya.
“Pada awalnya, cara mengajarnya menjemukan. Namun suatu ketika, saya merasa ada perubahan dan menjadi semakin menarik,” ucap Naila, 9, siswi kelas dua di SDN Inpress Mangasa tentang pembelajaran interaktif terbaru dari gurunya.
Melalui program itu, para mitra UNICEF juga membantu Dinas Kesehatan menjangkau keluarga untuk menjelaskan manfaat imunisasi rutin dan mendukung Pusat Kesehatan setempat melaksanakan vaksinasi di sekolah. Hasilnya, cakupan imunisasi meningkat antara 80-90 persen pada 2021 dibandingkan periode sebelumnya.
“Saya tidak takut jarum suntik karena suatu hari nanti saya bercita-cita menjadi dokter,” ungkap Ayatul Husna Aziz, 9, siswi di SDN Inpress Karunrung yang merasa semakin percaya diri kembali ke sekolah usai menerima seluruh imunisasi rutin. Pada 2021, 70 persen siswa-siswi sekolah itu telah berhasil divaksin secara penuh.
Ragam kesulitan yang dialami oleh para guru dan keluarga selama pandemi, banyak yang merasa lega karena pada akhirnya para siswa-siswi bisa melanjutkan pembelajaran tatap muka dan fokus pada mengejar ketertinggalan selama hampir dua tahun terakhir.
“Saat saya mendengar bahwa proses pembelajaran tatap muka terbatas hendak dilaksanakan, saya ajak seluruh orang tua untuk bekerjasama dalam menyambut para siswa-siswi kembali ke sekolah, dan sebagaimana terlihat, sekolah kami terasa sangat meriah.”